Perbedaan Antrian Tiket Pesawat di Kota dan pedalaman Papua

NABIRE-PAGAMBA "FLIGHT" BATAL (Segmen : Antrian Pesawat kepedalaman) Aku mungkin orang yang sangat beruntung, kalau dihitung-hitung naik pesawat. Soalnya aku sudah pernah penerbangan dengan pesawat dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia, tidak hanya itu, semua jenis pesawat mulai dari ukuran besar boing/airbus, hingga yang terkecil "pilatus" . Tapi yang ingin aku berbagi bukan soal naik pesawat, hanya saja ada hubungannya dengan pesawat. Dipedalaman Papua, tunggu/naik pesawat itu, seperti naik bus dijalanan. Gak ada booking tiket, gak ada pramugari, yang ada hanya pilot kadang-kadang penumpang juga bisa duduk disamping pilot, asyik bukan?? Dalam proses penerbangan, kita muat barang sendiri, turunkan barang juga sendiri, gak ada petugas bagasi. Bahkan kadang naik pesawat tanpa sheet/kursi, hanya melantai saja. Di pedalaman, setiap distrik biasanya ada radio pesawat. Dan hanya aktif seminggu satu kali. Biasanya itu menjadi hiburan satu-satunya, dalam mencari informasi tentang bagaimana kondisi Indonesia saat itu, karena tidak ada alat kimunikasi apapun, sehingga untuk memperoleh informasi sangat sulit sekali. Biasanya aku dan teman-teman, ke tempat radio untuk mendengarkan berita pesawat/penerbangan. Biasanya pesawat MAF salah satu pesawat aktif pelayanan Gereja, operatornya Pak Haryanto (panggilan Pak Dhe) suaranya sangat kencang dan mendhok jawa sangat kental. seperti berikut ini kira-kira bicaranya : - senin, Nabire-Sugapa, flight pertam, Sugapa-Pogapa, Pogapa-Nabire. Barang gereja. - Nabire-pagamba, flight batal. Naah, pagamba ini paling menjadi jengkel, karena flight ke pagamba selalu ada alasan batal. Karena memang cuaca dan kondisi bandada yang menanjak, sehingga tidak semua pilot berani mendarat, apalagi saat take-off, harus pilot yang benar-benar handal, sebab di ujung bandara terdapat jurang yang sangat dalam dan dibaliknya ada gunung yang tinggi. Sehingga, saat take-off, pesawat turun sedikit ke jurang, baru naik melewati gunung. Kembali lagi ke Nabire/Pagamba flight batal. Kata2 ini menjadi lelucon bagi kami di pedalaman. Ketika ada pertanyaan dari teman2 yang tidak bisa kami jawab/tidak tau. Jawaban kami "nabire-pagamba flight batal" kalimat ini seakan menjadi tradisi bercanda kami dengan teman-teman. Tidak ada orang yang mengerti kalimat itu, namun kalimat itu yang menjadi upaya bagi kami untuk tertawa dan berupaya menuru persis seperti pak dhe dengan loghat jawa-nya. Secara kebetulan, ditempatku bertugas ada teman-teman dari beberapa wilayah di Indonesia, aku Aceh, ada dari Jawa Tengah, Jawa timur, Toraja, dan Papua. Bisa dikatakan lengkap suku yang berbeda menjadi satu. Ada yang "Kepo" heehehehe Naah.. Itulah sedikit tentang Nabire-pagamba, flight bata. Karena penerbangan batal terus, maka jadilah kalimat itu sebagai desah desus menghiasi hari-hari. Pedalaman, tertinggal, memang kadang susah jika dipikirkan, tapi jika dijalani ada juga bahagianya. Terutama disaat bersatu dengan berbagai bahasa, agama dan suku. Disitulah, kita akan mengerti betapa indahnya perbedaan jika dipersatukan. Bahkan kami tidak pernah berkelahi, bertengkar ataupun berselisih pendapat. Walaupun kadang perut terasa lapar, namun kehidupan itu kita jalani secara bersama-sama. Saling berbagi cerita,masalah bahkan ke soal pribadi sekalipun. Biasanya, disaat2 keuangan kering total, bahan makanan tidak ada. Kami duduk di dapur, bakar kayu sambil makan ubi bakar yang dimakan bersama sayur rebus. Bagaimana rasanya ya....? Silahkan dicoba. Awalnya tidak enak. Tapi karena kelaparan jadi terbiasa. Kami juga biasa tertawa, karena ada teman yang jail, ada kotoran asap di pantat belanga disengaja colek diwajah teman saat kita sedang masak di dapur. Itu semua sebagai proses untuk meringankan beban yang ada di pikiran.

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah,,," 4 Jenderal Belanda yang Tewas Selama Perang Aceh"

‌11 Fakta Teungku Abdullah Syafi'i, Sang Panglima GAM Paling Dihormati yang Meninggal Bersama Sang Istri

KISAH TEUNGKU CHIK DI AWE GEUTAH PEUSANGAN BIREUEN ACEH