RANCUNYA PENDIDIKAN NASIONAL DI PEDALAMAN PAPUA.

Oleh.Andri Kristian.

Saya tergolong baru mengabdikan diri di daerah pedalaman Papua, khususnya Mbua, Nduga dan Samenage, Yahukimo. dimulai 2012 - sekarang (2018), namun pendidikan nasional di pedalaman Papua sama sekali tidak ada perubahan.

"KALAU PENDIDIKAN DASAR belum beres maka Dinas Pendidikan atau Kementerian Pendidikan jangan mengizinkan/jangan berani-berani mengizinkan operasi SMP dan SMA, dan juga tolong kembangkan pendidikan berpola asrama, pendidikan sekolah adat dan perbanyak pendidikan lifeskill (seperti: SMK, STM, dan lain-lain)"

Di pedalaman Papua, gedung-gedung sekolah (SD, SMP, SMA, SMTK, PAUD, TK, PAKET A, PAKET B, PAKET C) menjamur didirikan namun tanpa aktifitas yang berarti, tiada proses belajar mengajar karena guru dinas ASN/PNS yang ditugaskan di daerah pedalaman tidak datang ke tempat tugas lantaran banyak alasan yang dikemukakannya, mulai tidak aman, tidak ada listrik, tidak ada signal, jalan belum masuk dan banyak lagi alasan lainnya. Siswa-siswi berdasarkan pantuan saya selama 5 tahun di pedalaman sangat rajin datang bersekolah, namun kehadiran guru yang tak kunjung tiba membuat mereka ciut dan belajar sendiri secara otodidak. Sehingga dalam menulis, membaca dan berhitung masih banyak kekeliruan.

Pergantian Menteri Pendidikan sudah terjadi 3x sejak saya mengajar di pedalaman Mbua dan sekarang di Samenage, mulai dari bapak Muhammad Nuh, bapak Anies Baswedan, sampai bapak Menteri yang sekarang ini, tidak ada tanggapan dan solusi untuk permasalahan pendidikan di Papua. Sampai kapan ini dibiarkan berlarut-larut dan sudah menjadi kanker. Kadangkala di pedalaman terjadi orang buta menuntun orang buta. Ketika guru dinas ASN/PNS tidak datang mengajar di pedalaman, maka guru lokal datang mengambil alih tugas mereka, namun mereka sendiri seringkali tidak memiliki kemampuan di bidang tersebut, karena tidak dilatih, dan bahasa Indonesia yang diajarkan pun masih-masih salah.

Ujian Nasional? Apakah perlu dilakukan Ujian Nasional di pedalaman Papua? Tidak juga, menurut saya Ujian Nasional tidak diperlukan di pedalaman Papua karena para siswa belajar manipulasi dan ketidak jujuran dari Ujian Nasional yang mengakibatkan pembunuhan karakter dan hasilnya generasi muda mengulangi kesalahan yang sama dari seniornya, karena belajar mencontoh yang tidak benar. Pendidikan Nasional di pedalaman Papua harus dilihat dengan seksama.

Ketika Kabupaten/Daerah, Provinsi dan Pusat terdiam melihat kondisi pendidikan Papua yang seperti ini khususnya di pedalaman, maka Negara sudah melakukan pelanggaran HAM terbesar sepanjang sejarah dari berdirinnya negara ini sampai sekarang. Saya pernah membuat surat terbuka permasalahan Pendidikan Papua pedalaman ini kepada bapak Menteri Anies Baswedan pada tahun 2015 tepat sesudah UJIAN NASIONAL di bulan Mei 2015. Apa yang dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan Kementerian Pendidikan Negara adalah bentuk pembodohan dan pemusnahan karakter dari bangsa Papua kalau masalah pendidikan Nasional di pedalaman Papua diabaikan begitu saja. 72 tahun Indonesia Merdeka harusnya ada yang dibuat dengan ketulusan di Papua.

Saya sangat berharap kepada bapak Presiden Joko Widodo untuk lebih tegas daripada pemimpin/presiden-presiden NKRI sebelumnya dalam mengatasi persoalan masalah pendidikan Papua di pedalaman yang cukup pelik. Sebelumnya saya juga mohon maaf yang sebesar-besarnya karena saya telah menjadi pelaku Ujian Nasional dikerjakan gurunya di tingkat SMTK (Sekolah Menengah Teologi Kristen), setingkat MA/SMA, sebelum di Mbua, Nduga (2012-2015), saya juga pernah menggantikan siswa SMTK, menggunakan seragam SMA untuk menggantikan siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional karena kebetulan sedang sakit Malaria sehingga tidak bisa ikut Ujian Nasional di salah satu sekolah setingkat SMA yang ada di Sentani, Kabupaten Jayapura. Kenapa saya mengerjakan Ujian Nasional? Karena belas kasihan, ketika awal pertama datang mengajar SMA/SMTK, para siswa tidak bisa baca tulis, kesulitan memahami bahasa Indonesia, jadi bagaimana ikut Ujian Nasional. Ketika saya melangkah ke Papua pedalaman pegunungan Tengah yaitu daerah Mbua, Nduga (2012 -2015) yang terjadi lebih parah, Ujian Nasional pun dikerjakan gurunya. Ini suatu kesalahan saya, ketika saya kompromi dengan dosa atas nama belas kasih ternyata tegoran hati nurani saya lebih keras dan tidak bisa main-main lagi dengan masalah pendidikan nasional di pedalaman Papua. Atas hal ini dimana suara Negara? Dimana suara Pusat? dimana suara bapak menteri Pendidikan? Dimana suara Kementerian pendidikan? Dimana suara Provinsi? Saya dihantam perasaan bersalah , sangat bersalah kalau membiarkan hal ini, hati saya berkecamuk dibakar keyakinan yang kukuh dalam memperjuangkannya, ketika saya juga mengerjakan Ujian Nasional para siswa, tiap malam saya dihakimi oleh kepekaan saya sendiri, hati nurani saya menegor saya, saya dirong-rong perasaan bersalah dalam diri karena saya juga menjadi pelaku pembunuhan karakter kaum muda di pedalaman pegunungan Tengah.

Bapak Ence Floriano, maupun bapak Criztyan Buendy GintingZuka mengetahui hal ini, juga bapak Mugix Portnoy yang memakai pikiran saya ketika menuliskan cerita saya, banyak teman-teman saya yang tidak mengerti permasalahan saya dalam memperjuangkan pendidikan nasional yang benar di pendidikan Papua. Saya juga berterima kasih kepada ibu Soe Tjen Marching yang tetap mendukung saya, juga bapak Satria Dharma dan bapak Samuel Tabuni yang tetap menyemangati saya, untuk tidak gentar, khususnya Pater John Djonga, untuk tetap melayani di pedalaman Papua.

Sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena sudah merusak generasi Papua, dengan memberi keteladanan yang tidak jujur melalui Ujian nasional yang saya kerjakan. Saya masih banyak memiliki cerita mengenai pendidikan nasional di pedalaman Papua yang kacau dengan kompleknya permasalahannya,.

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah,,," 4 Jenderal Belanda yang Tewas Selama Perang Aceh"

‌11 Fakta Teungku Abdullah Syafi'i, Sang Panglima GAM Paling Dihormati yang Meninggal Bersama Sang Istri

KISAH TEUNGKU CHIK DI AWE GEUTAH PEUSANGAN BIREUEN ACEH