SEJARAH SEBARAN 47 KOTA PUSAKA DI SELURUH ATJEH



Dua kawasan besar di belahan timur dunia telah diperkenalkan sebagai India dan Cina oleh para ahli geografi Muslim Arabo-Persia sejak abad ke-3 Hijriah (ke-9 Masehi). Sumatra dan pulau-pulau lain di sekitarnya sejak itu pula telah dikenal dengan satu sebutan umum: Kepulauan India (Jaza'ir Al-Hind). 


Nama dari beberapa tempat di ujung utara pulau Sumatra ditemukan dalam kepustakaan geografi Islam paling awal itu beserta deskripsi yang kendati singkat namun masih dapat digunakan untuk mengidentifikasi wilayah-wilayah mana yang dimaksud. Beberapa nama wilayah di ujung utara Sumatra kerap disebut dalam kepustakaan tersebut semisal Ramani atau Ramni untuk satu wilayah di barat laut Atjeh hari ini; Jawah atau Javah untuk satu wilayah di pantai utara Atjeh, dan Fanshur untuk satu wilayah di selatan Atjeh. 


Kepustakaan geografi Islam itu, secara umum, telah menginformasikan tentang adanya pelabuhan-pelabuhan, bandar-bandar atau kota-kota pesisir di ujung utara Sumatra yang telah dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai tempat di Asia Daratan. 


Sejarah awal pertumbuhan dan perkembangan pelabuhan-pelabuhan itu sampai kini masih belum dapat diterangkan oleh karena belum ditemukan sumber-sumber autentik untuk itu. Namun sesuatu yang dapat dipastikan bahwa pelabuhan-pelabuhan atau kota-kota pesisir itu telah mengalami kemajuan dan kepesatan seiring semakin besarnya kepentingan perdagangan, bahkan lebih dari itu, justru semangat perluasan wilayah Islam telah menjadi faktor paling utama dalam tumbuhnya kota-kota Islam serta perubahan wajah kepulauan India, khususnya di bagian yang paling awal bersentuhan dengan gerak hijrah dan da'wah.


Dari semangat perluasan wilayah Islam itulah kemudian dipahami asal-usul kemunculan negara-negara Islam terawal di kepulauan India. Negara yang dibangun oleh Sultan Al-Malik Ash-Shalih, sejauh didukung oleh bukti-bukti autentik, merupakan negara pertama berlandaskan Islam dan diperintah oleh seorang yang bergelar sultan. Almarhum Sultan Al-Malik Ash-Shalih wafat pada 696 Hijriah (1297 Masehi) adalah pendiri dinasti Islam yang sempat memerintah sampai dengan dua abad lebih. Ibukota pemerintahan dinasti ini adalah sebuah kota yang bernama dengan Syummuthrah (Samathar; atau yang kemudian lazim disebut dengan Sumatra). Kota ini terletak di daerah muara sungai Pasai di pesisir utara Atjeh (wilayah Atjeh Utara, hari ini).


Kota ini pernah dikunjungi oleh Ibnu Baththuthah, penjelajah Muslim terbesar asal Thanjah di Maghrib (Maroko), pada pertengahan abad ke-8 Hijriah (ke-14 Masehi). Ia mendeskripsikan kota yang namanya dilafal dengan "Sumuthrah" sebagai sebuah kota besar dan indah dikelilingi benteng dan menara-menara dari kayu. 


Itulah kota Islam pertama di Asia Tenggara sejauh didukung oleh bukti-bukti peninggalan sejarah yang ditemukan sampai dengan waktu ini. 


Bukti-bukti peninggalan sejarah yang pernah ditemukan di berbagai tempat di Atjeh menunjukkan kenyataan bahwa kota-kota Islam semakin bermunculan setelah kota pertama itu semisal Lamuri, Peudada, Pedir, Atjeh, Daya. 


Tome Pires dalam The Suma Oriental (Suma Oriental que trata do Mar Roxo até aos Chins: Ikhtisar Wilayah Timur, dari Laut Merah hingga Negeri Cina) yang ditulisnya pada 1512-1515 menyebut kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri yang hari ini berada dalam wilayah Atjeh: 


1. Kerajaan Atjeh 

2. Lambri (Lamuri)

3. Negeri Biar (Biheu?)

4. Kerajaan Pedir (Pidie) 

5. Negeri Ayilabu (Ie Leubu) 

6. Kerajaan Lide (Meurdu?) 

7. Kerajaan Pirada (Peudada)

8. Kerajaan Pasee/Sumatra (Sumatra)

9. Kerajaan Mancopa/Daya

10. Kerajaan Singkil


Pada 1840, "Acheen" karya John Anderson diterbitkan di London, dan di dalamnya, ia menyebutkan bandar-bandar di bawah kekuasaan Sultan Atjeh. Di pantai barat: 


1. Tapoos (?)

2. Sebadi (Pasi Seubadeh-Bakongan Timur?)

3. Pulo Dua (Bakongan?)

4. Kalavat (Kluet)

5. Utara dan selatan Mucki (Meukek)

6. Labuan Haji (Labuhan Haji)

7. Manghin (Manggeng)

8. Scimeyon (Kuala Seumayam-Darul Makmur, Nagan Raya?)

9. Tareepuli (?)

10. Taddow (?)

11. Tarang (Kuala Trang-Kuala, Nagan Raya)

12. Senangkan (Seunagan)

13. Annalaboo (Meulaboh)

14. Pulo Ryah (?)

15. Singkel (Singkil)

16. Ayam Dammah (?)

17. Terooman (Trumon)

18. Rambong (Rambong-Bakongan)

19. Saluhat (Seuleukat-Bakongan Timur?)

20. Soosoo (Susoh)

21. Kevala Batu (Kuala Batu)

22. Bahroos (Barus)

23. Tampattuan (Tapak Tuan)

24. Sama Dua


Sementara bandar-bandar di pantai utara ialah:


1. Acheen (Aceh)

2. Pedada (Peudada)

3. Lawang (Laweung?)

4. Pedir atau pantai Betel-nut (Pidie)

5. Pakan (?)

6. Selu (?)

7. Burong (?)

8. Sarong (?)

9. Murdoo (Meurdu)

10. Samalangan (Samalanga)

11. Passangan (Peusangan)

12. Junka (Jangka)

13. Teluk Samoy (Teluk Samawi; Lhokseumawe)

14. Chunda (Cunda)

15. Passy (Pasai)

16. Curtoy (Keureuto)


Sebagian bandar dan tempat yang disebutkan Anderson belum dapat teridentifikasi dengan baik, namun tampak jelas pertumbuhan bandar-bandar dan kota-kota Islam sepanjang pesisir Atjeh telah mengalami perkembangan besar sejak abad ke-7 hijriah (ke-13 Masehi).


Informasi lebih akurat tentang bandar-bandar dan kota-kota Islam di Atjeh justru diketahui dari sebuah peta yang dikirim bersama surat Atjeh Darussalam ke Istanbul di paroh kedua abad ke-13 Hijriah (ke-19 Masehi). Peta itu bertandatangan Muhammad Ghauts Saiful 'Alam Syah, duta Almarhum Sultan Manshur Syah ke berbagai negara di dunia. Dengan demikian, peta itu dapat disebut dengan Peta Muhammad Ghauts. 


Peta Muhammad Ghauts menyebut sejumlah besar bandar di Asia Tenggara, dan di antaranya adalah bandar-bandar atau kota-kota yang hari ini berada dalam wilayah Atjeh. Bandar-bandar tersebut dari pantai timur ke selatan ialah:


1. Bandar Tamian (Tamiang)

2. Bandar Farlak (Peurlak)

3. Bandar Sumatara (Sumatra)

4. Bandar Teluk Samawi (Lhokseumawe)

5. Bandar Fasangan (Peusangan)

6. Bandar Samalanka (Samalanga)

7. Bandar Mardu (Meurdu)

8. Bandar Fidir (Pidie)

9. Bandar Atjeh Darussalam (ibukota kesultanan)

10. Bandar Salun (Lhoeng?)

11. Bandar Daya (Lamno)

12. Bandar Teluk Krueng

13. Bandar Patik (Patek)

14. Bandar Teluk Gelumpan (Teluk Geulumpang)

15. Bandar Rikas

16. Bandar Sabi (Sabei)

17. Bandar Tanum (Teunom)

18. Bandar Waila

19. Bandar Bubun

20. Bandar Melabuh

21. Bandar Tanagan (Nagan)

22. Bandar Kuala Batu

23. Bandar Susuh (Susoeh)

24. Bandar Mankin (Manggeng)

25. Bandar Labun Haji (Labuhan Haji)

26. Bandar Mukik (Meukek)

27. Bandar Samadua

28. Bandar Tempat Tuan (Tapak Tuan)

29. Bandar Trankan (Trangon?)

30. Bandar Rasian (Pasi Rasian/Ujung Padang Rasian?-Pasi Raja)

31. Bandar Asahan (Pasi Kuala Asaha-Kluet Utara/Ujung Padang Asahan-Pasi Raja?)

32. Bandar Klut 

33. Bandar Bakunkan (Bakongan)

34. Bandar Trumun (Trumon)

35. Bandar Buluseuma (Buloh Seuma)

36. Bandar Sinkil

37. Bandar Sigulai 

38. Bandar Simulur

39. Bandar Tuanku


Pada peta juga terlihat kota-kota besar di bagian tengah Atjeh: 


1. Bukit (Bukit Tusam, Atjeh Tenggara?)

2. Laut Tawa

3. Gayo

4. Farik (?)


Dengan demikian, jumlah bandar dan kota Islam dalam abad ke-13 Hijriah (ke-19 Masehi) yang masuk dalam wilayah Atjeh hari ini tidak kurang dari 42 bandar dan kota. Jika ditambah dengan kota-kota yang tidak dimunculkan dalam Peta Muhammad Ghauts seperti Lambri atau Lamuri, Biheu, Ie leubeu, Peudada dan beberapa lainnya, maka jumlah kota bersejarah di Atjeh dapat mencapai lebih dari 47 kota.


Berdasarkan dokumen-dokumen sejarah tersebut diketahui bahwa kota-kota itu telah ada, setidaknya, semenjak waktu yang telah berselang 200 tahun dari hari ini, bahkan sebagiannya diketahui secara pasti telah tumbuh beratus tahun lebih lampau dari itu. 


Kota-kota itu merupakan panggung pelbagai peristiwa sejarah dengan berbagai tingkat luas pengaruhnya, baik lokal, kawasan maupun dunia. Pelbagai peristiwa pada gilirannya telah meninggalkan bekas serta rekaman yang dapat menghidupkan ingatan tentang perjalanan sejarah masyarakat penghuni kota-kota itu mulai masa tumbuh, berkembang sampai kemerosotannya. Sejarah itu sendiri merupakan sumber pelajaran dan inspirasi sekaligus memori yang dapat mengukuhkan identitas serta menjaga kepribadian masyarakatnya.


Kota-kota itu juga merupakan tempat penumpahan berbagai gagasan dalam mengatur dan memanfaatkan lingkungan hidup. Perkembangan dan perubahan pola tata ruang perkotaan dari masa ke masa dapat pula memperlihatkan bagaimana bentuk kehidupan dan hubungan sosial di dalamnya telah berlangsung. Semua ini merupakan pengetahuan teramat bernilai yang dapat digunakan bagi penentuan arah kehidupan yang lebih arif di masa depan. 


Selain itu, kota-kota tersebut merupakan salah satu sumber inspirasi dari berbagai karya cipta masyarakat penghuninya di berbagai lapangan kehidupan. Sebagian karya cipta itu mengakar dan mentradisi dalam kehidupan masyarakatnya sehingga menjadi bagian identitas serta warisan yang perlu dilestarikan demi mempertahankan keluhuran akal budi yang telah dimiliki di sepanjang sejarahnya. 


Peta dibuat oleh Muhammad Ghauts Saiful 'Alam Syah, laksamana besar di masa Yang Mulia Paduka Sultan Mansyur Syah, yang aslinya disimpan di Museum Topkapi (bekas istana Sultan Turki Usmani), Istanbul, Turki. 


Sumber: http://portalsatu.com



Comments

Popular posts from this blog

Sejarah,,," 4 Jenderal Belanda yang Tewas Selama Perang Aceh"

‌11 Fakta Teungku Abdullah Syafi'i, Sang Panglima GAM Paling Dihormati yang Meninggal Bersama Sang Istri

KISAH TEUNGKU CHIK DI AWE GEUTAH PEUSANGAN BIREUEN ACEH